5 June 2016

Kupu-kupu

Kupu-kupu Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Kupu-kupu
SEO BLADE® - Seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul dari kepompong. Orang itu duduk dan mengamati selama beberapa jam bagaimana si kupu-kupu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.

Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Ternyata, Kupu-kupu itu mempunyai tubuh yang gembung dan kecil, dan sayapnya mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin akan berkembang dalam waktu.

Ternyata Semuanya tak pernah terjadi. kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Kebaikan dan ketergesaan orang tersebut merupakan akibat dari ketidak mengertiannya bahwa kepompong yg menghambat, dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu berpindah ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga sayapnya menjadi kuat, dan siap terbang begitu memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Kadang-kadang pejuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.

Saya memohon Kekuatan ..... Dan Tuhan memberi saya Kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.

Saya memohon Kebijakan ... Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.

Saya memohon Kemakmuran .... Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.

Saya memohon Keteguhan hati ... Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.

Saya memohon Cinta dan Kasih sayang.... Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.

Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati.... Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan dan tantangan untuk diatasi.

Saya tidak memperoleh yg saya inginkan....... Tetapi ... Saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.

“Satu-satunya jalan agar korupsi dan birokrasi njelimet di negeri ini musnah adalah menghentikan segala bentuk gratifikasi, termasuk pungutan saat masuk CPNS, nota fiktif, dan fee-fee proyek di cut off sejak awal, tradisi sehat itu mesti di mulai, dan itu harus bersumber dari pemegang kekuasaan. Pemimpin. Aku menginginkan posisi itu. Karena itu visiku. Kau, dukung aku di dewan.” Singkat padat jelas langsung menohok, serbu om Subur.

Aku tidak mendengar jawaban dari ayahku. Hanya desah nafas panjang tanpa iya dan tidak. Aku mengartikan itu adalah iya.

Dan dugaanku benar adanya, sepak terjang kedua partner itu semakin menggila. Dalam proses nya bukan hanya terjadi pergeseran prinsip dan pandangan, lebih jauh makin mengarah kepada Transkulturasi paradigma dalam pelaksanaannya, aku melihat ayah sedikit tidak nyaman dalam pelaksanaan karena sering terjadi friksi antara kebijakan dan pandangan, terutama bila dikaitkan dengan nurani.

“Inilah konsekwensi sebuah perang kawan, selalu ada korban. Seorang Mao Tze Dong mengorbankan ratusan ribu rakyat China lama untuk membentuk China baru, China yang sekarang, China yang gemilang. Kita tidak mesti mengorbankan sesuatu yang se-ekstrim itu, hanya sedikit mengesampingkan pandangan politik pribadi demi kepentingan yang lebih besar bijak dibutuhkan dalam masa transisi ini.”

“Tapi prinsip yang satu itu yang membawa kita hingga ke level ini, cita-cita pergerakan menghapus semua tradisi korupsi, kolusi dan nepotisme. KA-KA-EN, tiga huruf itulah yang menjadi akar dari gerakan reformasi, amanat itu masih menjadi acuan, bukan malah meleburkan diri”. Sanggah ayah.

“Dengan bertahan dengan prinsip itu, kita tidak akan pernah keluar dari kotak, apa yang dapat kita lakukan bila pemerintah pusat meng-anaktiri-kan kita, kabupaten kita. Tangga birokrasi hingga ke kementerian memaksa kita mengikuti tradisi ini. Bukan berarti kita sependapat, namun keluar dari jalur terlalu ekstrim akan melemparkan kita keluar dari jalan besar, kita sedang membangun daerah ini. Berikan apa yang semestinya masyarakat dapatkan, masyarakat butuh pembangunan di segala sektor, dan itu butuh biaya besar, untuk sementara kita hanya bisa mengandalkan pos-pos anggaran dari pusat, bila tidak kita ambil, kita akan tertinggal. Idealis boleh-boleh saja, tapi jangan lupakan ada perut yang juga mesti di isi makanan, dan masyarakat kita juga berperut, dari petani, buruh, pegawai, semuanya berperut. Dan sejatinya perut merekalah yang kita fikirkan, kita perjuangkan.”

“Juga perut penyokong mu, kuperhatikan perutnya jauh lebih besar dari perut rakyat-rakyat jelata-mu”. Nada sindiran tergambar jelas dari suara ayah.

“Naif kau berkata begitu, jangan lupakan kuasanya lah yang menyelamatkan kau dahulu, hingga kau masih bernapas dan tidak tinggal nama seperti rekan-rekan kita yang lain”.

“Mereka berkorban untuk apa yang mereka perjuangkan, apa yang mereka dan kita yakini, ingin aku berada di antara salah satu dari mereka”. desis ayah

“Tidak cukup hanya dengan menjadi martir, era itu telah habis, buka matamu, perjuangan kita jauh lebih berat saat ini, itu faktanya, kita sudah coba dengan berada di luar, tidak banyak membantu, sekarang kita sudah berada di dalam, cobalah untuk beradaptasi dan kita selesaikan apa yang sudah kita mulai, setidaknya sampai periode berikutnya, minimal kita berdua tau makna dari balas budi”.

“atau, kosakata itu sudah tidak ada lagi di kamusmu?” lanjut om Subur
“balas budi?”

“ya, kecuali kau bukan laki-laki!”.

Ayah selalu terdiam dengan dasar-dasar logika sosial om Subur. Begitupun kali ini. Lebih lama dari biasanya sebelum akhirnya menjawab.
“Baiklah, kuikuti maumu. Sekali lagi setelah banyak kali yang kuikuti, terserah kau bilang ini idealis, tapi pada dasarnya ini adalah prinsip!, prinsip yang membuat kau dan aku bisa berada di tataran ini. Muak aku mengikuti kehendak politikus-politikus itu, karena kau yang meminta, sekali lagi aku pasang dada. Dan hutang budi itu lunas!”

Ku dengar om Subur tertawa, “Apa kau lupa kalau engkaupun sekarang seorang politikus? Di mana bumi di pijak di situ langit di junjung kawan, ha ha.. sudahlah, aku atur semuanya besok, tiap paket ke komisi dan banggar kuserahkan kepadamu, mekanismenya bagaimana ku kembalikan kepadamu, aku tau kau punya cara sendiri mengalokasikannya bagaimana.. Aku pamit dulu. Salam ke orang rumahmu dan si Derto”.

***

Gedung pengadilan itu masih ramai, aku tidak berhenti hanya melewatinya, sekelompok kecil massa yang di luar gedung melihat ke arah vespa dan menyadari siapa penunggangnya, beberapa berteriak selebihnya mengumpat, namun tak ku gubris, tangan kiriku menurunkan perseneling sehingga suara mesin mendengung kaget sebelum menderu dengan kecepatan lebih.

Di depanku berdiri rumah mewah bergaya mediterania dengan pilar-pilar besar menopang struktur bangunan 3 lantai di atasnya. Itu rumah Om Subur, lengkapnya plus title H.M. Subur Abadi SH.MM, Bupati terpilih Kabupaten Muara Baru. Rumah itu ramai, terutama setelah apa yang terjadi tadi di ruang pengadilan.

Ayah memilih membacakan sendiri hak yang diberikan hukum perundang-undangan negeri ini kepada seorang terdakwa sepertinya. Dalam pleidoi yang bisa dikatakan bukan merupakan suatu pembelaan, namun nyata sebuah pengakuan.

“Perang terhadap korupsi, kolusi dan Nepotisme adalah perang kita bersama, setiap langkah keputusan strategis dalam ruang ketata negaraan kita tidak lepas dari mekanisme struktural yang mengikat, baik dalam system kelembagaan maupun tradisi kelembagaan. Reformasi emosional yang tidak tersistem membawa banyak sisa-sisa persoalan, dalam melegitiminasi terkadang kita mesti mengikuti tradisi”.

“Saya Abdi Mahardika menyatakan bahwa hal yang di dakwakan kepada saya, tidak sepenuhnya benar, namun saya mengakui bahwa ada sejumlah paket dana yang di bagiakan oleh saya sendiri kepada sejumlah orang demi memuluskan pengesahan anggaran dan itu saya sadari hal tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum, apapun alasannya!”.

Ruang sidang bergemuruh, hakim ketua terpaksa menggebrak meja sidang dengan palunya untuk menenangkan massa.

“Saya hormati hak hukum yang diberikan kepada saya untuk membela diri, namun biarkan saya menunaikan kewajiban saya untuk bertanggung jawab kepada masyarakat atas amanah mereka yang saya lencengkan secara kesatria, inilah hutang budi saya yang sesungguhnya”. Ayah lantas menyebutkan beberapa nama.

Ruang sidang makin heboh, arah pengakuan tersebut sudah sangat jelas mencuil kekuasaan eksekutif dan lingkaran di sekitarnya. Ayah segera di amankan sementara massa kian beringas.


 


0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Statistik Blog

Copyright © 2012-2017. SEO BLADE® - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by BLADE®