28 May 2016

Menggenggam Impian

Menggenggam Impian Cerita Motivasi dan Inspirasi
Menggenggam Impian
SEO BLADE® - Tengah hari itu, kabupaten Lahat seakan membara. Hujan yang tak kunjung datang membuat matahari berpijar di tengah petala langit. Tanah mulai gersang berselabut debu seakan menyemburkan uap api neraka yang mendidih panas. Siswa SMA Negeri 4 Lahat berteduh di bawah atap kelasnya untuk melaksanakan bimbel siang. Sekolah yang berada di tengah hutan, jauh dari hingar bingar keramaian. Masyarakatnya masih mempercayai kepercayaan nenek moyang.

Meski begitu, ternyata berbeda halnya dengan lingkungan di dalam sekolah SMANPALA? SMA Negeri 4 Lahat? yang bernuansa Islami. Sekolah ini bertaraf internasional. Belajar dari pagi sampai malam sehingga keakraban siswa, guru dan seluruh penghuni SMANPALA sangat erat.


Iffah, salah seorang siswi kelas XII IPA-1, berbalut jilbab pink seragam sekolahnya yang rapi, gede dan syar’i menambah keanggunannnya. Iffah saat itu tengah sibuk mengerjakan soal-soal untuk persiapan ujian nasional yang tinggal hitungan hari. Meski itu momok yang sangat menakutkan, Iffah tetap yakin. Insya Allah bisa menaklukkannya dengan berusaha dan berdoa kepada Allah.


Diam-diam ternyata Iffah memiliki segenggam impian yang tertulis besar di whiteboard dinding kamarnya. Tertulis “Universitas Al-Azhar. Man Jadda Wajadda.” Entah angin apa yang membawanya bermimpi sampai ke negeri Fir’aun itu. Azzam Iffah semakin kuat seperti bangunan piramida yang takkan roboh oleh terpaan badai. Tekadnya semakin bulat meski Iffah tetap tegar menghadapi kenyataanya pahit. Barang-barang telah selesai di-packing semalam.

Pagi harinya, salam terakhir yang mendung di waktu Dhuha, menghantarkan Iffah pamit kepada adik-adik dan para Ummi yang sempat hadir dalam kehidupannya. Mengenal mereka adalah anugerah terindah bagi Iffah. Berat rasanya meninggalkan Pondok dengan suasana Islamnya yang kental. Air matapun jatuh membasahi wajah manisnya ketika bersalaman kepada para Ummi, khususnya Ummi Rita.

“Anakku… yakinlah Allah akan mengabulkan keinginanmu suatu saat nanti.” Lirih suara pesan Ummi Rita.
Iffahpun semakin terharu. “Aamiin.” Jawabnya sambil berpelukan erat dengan Ummi Rita.

Menapaki jalanan menuju pintu gerbang, Iffah perlahan menjauh dari kerumunan para Ummi dan santriwati. Iffah berjalan membawa koper barang di temani Mbak Dian yang kebetulan alumni SMA 4 Lahat yang bekerja menjadi seorang guru di Pondok.

Setibanya di mulut pintu, Iffah dan mbak Dian naik beca motor, kendaraan yang sangat akrab dengan warga masyarakat di Indralaya itu disingkat menjadi “betor” menuju terrminal untuk mencari bus tujuan kota Lahat.

Bus yang dinanti tiba. Iffah pun pamit bersalaman dengan Mbak Dian. Iffah bergegas naik sendirian ke dalam bus dengan membawa koper dan kardus yang berisi peralatan selama di asrama. Iffah memberanikan diri pulang sendirian. Ini adalah pengalaman pertama Iffah di kota orang.

Bus meluncur kencang. Iffah duduk sendiri di dekat pintu ditemani seorang laki-laki yang disebut Kenek yang sesekali berdiri di depan pintu Bus. Pikiran Iffah menggelayut di otaknya selama mobil meluncur. Hatinya menangis. Di ambilnya mushaf tersayangnya di tas kecil yang selalu menemaninya dikala sedih maupun gembira. Perlahan dibuka dan dibacanya dengan shirr.

Lima jam perjalanan masih jauh. Tiba-tiba Kenek itu menyapa Iffah.
“Banyak sekali barang bawaannya, Dek?”
Iffah hanya menggeroreskan senyum sedikit. Perbincangan pun selalu di awali oleh Kenek yang dipanggil Iffah dengan sebutan “Kakak” itu.
Akhirnya Iffah pun mengeluarkan suara. “Iya Kak, dari Pondok.” Jawab Iffah ramah.
Perbincangan semakin terarah ketika si Kakak banyak bertanya tentang Pondok Pesantren. Iffah pun menjawab satu per satu tentang kehidupan di sana. Akhir perbincangan, Kakak Kenek itu memberikan pesan untuk meraih mimpi itu perlu “DUIT.”
Iffah spontan mengerutkan keningnya. Kakak pun kembali menegaskan. “Iya perlu DUIT, Dek.” Ucapnya serius. “Ayo tahu gak DUIT?”
Iffah pun berfikir DUIT itu adalah uang. Ternyata jawabannya adalah “Doa, Usaha, Ikhtiar, dan Tawakal” yang disingkat menjadi DUIT.
“Oh… begitu ya, Kak?” Jawab Iffah malu dalam hati.
Subhanallah, pesan yang sangat bagus sekali dari seorang Kenek. Hati Iffah menjadi terhibur dengan pesan si Kakak yang kelak akan selalu diingatnya.

Setiba di rumah, Iffah masih dirundung pilu seakan begitu berat ujian yang diberikan Allah kepadanya. Hampir satu tahun sudah, Iffah berada di rumah ditemani buku-buku Islam yang dibacanya. Ilmunya semakin bertambah. Pelajaran demi pelajaran membuatnya berfikir positif. Ujian demi ujian membuatnya semakin dekat kepada Allah. Shalat malam, witir, fajar, dhuha, nyaris tak pernah ditinggalkannya selama satu tahun ini.

Pagi dan sore Alma’tsurat selalu dibacanya. Mushaf ungu yang selalu dibacanya sehari 1 juz. Hafalan yang tetap berjalan. Tak menyangka setelah pulang dari Pondok, Iffah bisa menghafalkan Surat Ar-Rahman yang dianggapnya dahulu sulit.Ternyata mantra “Man Jadda Wajadda” sangat mujarab untuk meraih mimpinya. Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakatan fih. Iffah tak putus asa meski mimpinya belum terwujud. Iffah tetap berusaha dan bersemangat menggenggam impiannya.

Iffah teringat pada sebuah ayat dalam firman Allah SWT; “Sesungguhnya Allah tidak akan mngubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS.Ar-Ra’d ‘[13]:11). Ini adalah pelajaran yang Iffah dapat di bangku SMA. Iffah men-tadabbur-i firman itu dengan membacanya berulang-ulang untuk dapat memahami dengan penuh pada isi yang disampaikan.

Dalam benak Iffah, teringat juga akan sebuah hadits; “Tidak ada yang bisa mengubah qadha-nya Allah kecuali doa.” (H.R. Tirmidzi). Ditambah dengan mantra “Man shabara zhafira”, Iffah tetap menggenggam impiannya melalui firman Allah yang berbunyi; “Dan mintalah pertolongan kepada Tuhanmu dengan melaksanakan shalat dan dengan sikap sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45].

Iffah selalu berdoa dengan ber-khusnudzan kepada Allah. Iffah teringat sebuah hadits riwayat Muslim; “Tak perlu berkata seandainya, ikhlaskan semua. Ini adalah takdir yang telah tertulis di Lauh Mahfuz lima puluh ribu sebelum alam raya diciptakan.”

Tak perlu menangis karena kegagalan. Kegagalan baginya adalah sukses yang tertunda. Karena itu, Iffah bangkit dan berusaha kembali menggenggam impian. Tersenyumlah, Allah sedang mempersiapkan kesuksesan yang lebih indah untuk hamba-hamba Allah di masa datang. Allah tidak akan pernah menjadikan hambanya dengan sia-sia. Iffah semakin yakin bahwa suatu saat nanti Allah akan mengabulkan impianya melalui “Man Jadda Wajadda”.

Meski dari lulusan SMA dan bukan dari lulusan Pondok Pesantren, bukanlah halangan untuk mengukir prestasi dalam bidang apapun yang diimpikan. Niat yang baik karena-Nya, maka Allah akan memudahkan jalan menuju impian.

~ SELESAI ~

0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Statistik Blog

Copyright © 2012-2017. SEO BLADE® - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by BLADE®